Jumat, 31 Maret 2017

"Be the most useful moslem"

"Be the most useful moslem"


Di perjalanan komuter malam ini, di lini masa sebuah media sosial saya melihat artikel dengan judul "Jika anak sekolah terlalu dini" karya seorang psikolog kondang.

Bukan pertama kalinya memang saya menemukan artikel ini, tapi kali ini saya tergoda untuk mengisi waktu merefleksi diri dengan menulis tanggapan saya terhadap artikel ini.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).

Menanggapi artikel ini mungkin ada yang langsung tercetus, pro atau kontra?
Buat saya bukan masalah pro atau kontra.

Kembali ke hadist di atas, untuk mengetahui kondisi yang seperti apakah yang membuat kita lebih bermanfaat untuk manusia? Hanya hati nurani dan takdir Allah yang berasal dari doa-doa yang kita panjatkan sebagai cerminan intuisi kita lah yang menjawab.

Pada saat intuisi saya berkata, saya punya skill yang cukup, untuk bekerja di luar rumah dan memanage waktu, dan akan lebih bermanfaat bila saya bekerja, saya bisa perdalam ilmu agama dari pekerjaan saya, bisa berbagi ilmu ke orang lain, mengambil bagian dalam mengembangkan perekonomian islam, bisa menyenangkan orang tua saya, bersedekah lebih banyak, dan mungkin berbagai manfaat yang lain, maka saya berdoa, "semoga Allah memudahkan saya bekerja, melindungi anak saya selama saya tinggal, dan selama dia "tempat bermain", melindungi lahirnya, melindungi batinnya" yaa... tempat bermain, bukan sekolah. Tapi sebagai bahan awareness, bermanfaat juga artikel ini supaya kita perhatikan bagaimana aktivitas di kelompok bermain anak-anak kita apakah anak kita benar bermain atau belajar?

Mungkin saya bukan seorang psikolog, tapi saya coba berlogika saja, saya lihat anak saya happy dan semangat pada saat mobil jemputannya datang setiap pagi, sama ekspresi "happy"-nya dengan kondisi saat diajak bermain di playground di mall misalnya, insyaAllah itulah jawaban doa-doa saya, anak saya happy dan tidak ada masalah.

Dengan kondisi saya tentunya pilihannya adalah memasukkan anak ke "kelompok bermain" (catat : bukan tempat belajar) untuk dapat bermain secara terarah dan bermanfaat untuk perkembangannya, daripada di rumah dengan nanny yang tidak punya skill khusus dalam hal mengarahkan anak. Di sana anak saya bermain angka, bermain huruf, dan dia tidak pernah merasa dituntut untuk harus bisa.

Mungkin ibu lain ada yang merasa skill nya tidak cocok bekerja di luar rumah. Lebih cocok di rumah untuk memasak, membuat kue, membimbing anak, bermain dengan anak, sehingga menurut ibu lain anaknya akan tumbuh lebih optimal bila ibu di rumah. Selain untuk anak, dengan di rumah ibu akan lebih bermanfaat untuk orang tuanya, misalnya lebih sering berbincang dengan orang tua, atau menelpon, mendengar curhatnya, memasak, menemani belanja dan yang lain.

Dengan kondisi ibu itu tentunya sesuai yang lebih baik yang ditulis di artikel itu pilihannya adalah anak di rumah saja bermain dengan pengawasan dan pengarahan ibu.

So, just believe in your self and dont let anyone nor any article let you down.

Jangan "baper" 😄

Mungkin artikel-artikel tertentu bukan ditujukan untuk kondisi kita bu, kita aja yang terlalu "pede", merasa sok disindir sama artikel dan jadi "baper". Mungkin beberapa artikel ditulis sebagai bahan renungan untuk para ibu yang kondisinya beda dengan kita.

Belajarlah terus untuk mengasah dan mempercayai intuisi kita. Allah menciptakan manusia dengan masing-masing kelebihan dan kekurangan, tugas kita lah untuk mengasah dan berintuisi dalam membuat keputusan.

Dari salah satu artikel yang pernah saya baca, intuisi adalah yang membedakan antara seorang "top leader" dengan para pemimpin yang lain.

One of the primary reasons top leaders are able to make tough decisions is because they have learned to trust their intuitive instincts. Bill Gates says, "Often you have to rely on intuition."

The facts are great, and we need them, but sometimes it boils down to what we feel in our gut. Facts are the "math" of decision-making while intuition is the "art." 

Finally, use your intuition and be the most useful of you.

Rabu, 29 Maret 2017

Book review month 5 : "Ini Lho KPR Syariah" by Ahmad Ifham

"Ini Lho KPR Syariah" by Ahmad Ifham


Selama tahun 2017 ini masih baca buku meskipun nggak kesampaian nulis resensinya.

Libur nyepi kali ini biar produktif coba nulis lagi. Kata Stephen Covey harus "Sharpen the saw" supaya gergaji kita nggak tumpul.

Seperti biasa, pertama yang dilihat pasti latar akademi penulisnya. Satu almamater sama saya, ilmu psikologi, hal seperti ini lah yang terkadang membangun optimisme saya, kuliah yang berbeda dengan pekerjaan kita justru bukan sebagai penghambat tapi malah memperkaya keilmuan kita.

Buku ini lebih kaya dari judulnya. Meskipun judulnya KPR Syariah, tapi begitu dibuka, di bagian awal merefresh lagi dari mana sih dana KPR bank syariah? Kita diajak berlogika, dan bisa menemukan dengan mudah benang merah perbedaan antara konsep konvensional dengan syariah. Dari harfiahnya saja, sumber dana konvensional adalah dari tabungan, simpanan, dana yang disimpan dan dijanjikan "manfaat" yang pasti, entah bagaimana caranya. Sedangkan syariah dananya adalah dari investasi shohibul maal a.k.a pemilik dana kepada mudharib a.k.a pengelola dana, sehingga akadnya disebut mudharabah. Bagaimana pengelola dana memutar uangnya? Dengan dagang, dagangnya bisa dengan skema murabahah a.k.a jual beli, atau syirkah a.k.a bekerjasama dalam pembelian suatu aset, dan memperoleh pendapatan dari menyewakan aset tersebut. Hasil dagang dalam bentuk selisih harga dari jual beli atau pendapatan sewa itulah yang selanjutnya di "bagi hasil"kan kepada para shohibul maal.

Di buku ini juga dijelaskan konsep bay' al 'inah, transaksi yang mengada-ada yang mendekati riba.
Konsep ta'widh atau denda yang tidak dilarang. Konsep wakalah, wa'ad atau janji, dan banyak lagi yang dijelaskan dalam contoh case yang mudah dicerna.

Namun ada kalanya saya perlu membaca beberapa case dengan diulanh dan diulang lagi supaya benar-benar faham. Di saat-saat tertentu saya sadar bahwa otak saya perlu berhenti sejenak untuk dikosongkan dulu sebelum diajak mencerna lagi. Kita sebagai manusia kadang terlalu sombong karena merasa ilmu kita sudah banyak, padahal justru kesombongan itulah yang menghalangi ilmu yang lain masuk ke otak kita.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam)” (HR Bukhari no. 2948 dan Muslim no. 1037)

Semoga kita semua selalu diberikan petunjuk oleh Allah untuk memahami agama Islam ini dan mengamalkannya.

Artikel lainnya :